Mbak Lona bilang kostan bakal dijual. Terus bilang lagi udah ada yang beli. Tercekat. Tapi nggak bisa ngapa-ngapain. Dari awal makhluk itu minta ganti nama, aku tau kalau ini bakal terjadi. Mbah Uti belum meninggal, tapi peninggalan Mbah Kakung sudah dijual.
Teringat waktu Mbah Kakung bilang “anak putuku, tak sangoni
lemah, omah karo kost-kostan dinggo urip” sekarang sudah terjual. Sakit, dan
pedih. Banyak kenangan disana, sekarang untuk kembali ke kampung pun dadaku
terasa sakit. Berpikir akan masuk kedalam rumah itu lagi, tahu bahwa disamping
rumah bukan lagi punya Mbah Kakung pun terasa menyakitkan.
Hancur rasanya, maaf Mbah Kakung, cucumu tidak bisa
mempertahankan rumah yang kau wasiatkan, maafkan aku Mbah.
Betapa sakitnya hidup dirumah yang omonganmu tidak didengar,
perasaanmu tidak valid, apapun yang kami katakan atau rasakan tidak diindahkan.
Aku berharap semoga bisa segera mempunyai cukup uang untuk membeli kembali
milik Mbak Kakung.
Sabar ya Mbah, tunggu aku sama Mbak Lona cari duit dulu ya,
nanti aku ambil lagi rumahnya. Aku sayang Mbah Kakung.
No comments:
Post a Comment