Bersimbah air mata Uci dihadapanku, dengan sisa-sisa suara
yang masih ada, Uci berkata,
“Ca, aku mau lepas jilbab”
Tidak kutanya mengapa, hanya kupeluk dan kutenangkan
dirinya. Pasti berat keputusannya, pasti takut dan gemetar hatinya akan
konsekuensi yang akan dia dapatkan dari orang sekitar, dari keluarganya, dari
orang-orang terdekatnya.
Hanya menangis tersedu-sedu Uci dipelukanku, tidak ada
sepatah katapun keluar setelahnya, hanya tangis yang kini terisak. Tangannya gemetaran,
menggenggam tanganku erat. Oh, Uci temanku, sudah lama kita tidak bertegur
sapa, ternyata berat pergulumanmu selama ini. Maafkan aku yang baru ada waktu,
yang tidak bisa hadir didalam sesaknya pikiranmu.
Tidak banyak yang kita bicarakan sore itu, hanya saling
berpelukan menguatkan.
Aku harap Uci tahu, bahwa orang-orang disekitarnya yang
peduli dan sayang padanya tidak akan peduli dengan bagaimana dia mengekspresikan
dirinya. Aku tahu bahwa Tuhan tetaplah penyayang. Semoga Uci dapat kuat dengan
pandangan dan omongan orang-orang disekitarnya. Berbahagialah untuk dirimu
sendiri dulu, Uci. Jangan dengarkan omongan orang yang tidak sayang padamu. Aku
akan selalu disini mendukung semua keputusanmu, asalkan itu baik untukmu, dan
tidak merugikan orang lain.
Oh, Uci temanku, bertahanlah dalam kesesakan, nanti kita beli
es krim coklat ya.
No comments:
Post a Comment