Pages

Thursday 26 May 2022

Kalau Aku Mati Hari Ini, Kira-Kira Butuh Waktu Berapa Lama Untuk Aku Bisa Ditemukan?

Saat ini aku sedang mendengarkan lagu dari Sza - The Weekend sembari melihat kamarku yang berantakan. Lucu kalau dipikir-pikir, padahal hidupku hanya di atas kasur ini, tapi tiap sudut kamarku bak diterjang tsunami. Beberapa waktu yang lalu, aku sudah kembali mengubah warna rambutku menjadi merah. Entah ini impulsive atau aku sedang memenuhi keinginanku mengganti warna rambutku dari SMK lalu menjadi merah.

 

Membayangkan hidupku yang 70% dari apa yang aku lakukan adalah bagian dari impulsi yang berlebihan, terkadang tiba-tiba ingin makan diluar sampai menghabiskan enam ratus ribu sekali jalan (sebagai orang yang berkerja dengan gaji UMR, menurutku ini sangat banyak). terkadang tiba-tiba membeli baju sampai dua juta, padahal untuk makan sebulan ke depan belum tahu dengan apa. Antidepressant, jalan pagi, bahkan pulang ke Jogja juga sudah ku lakukan. Tapi aku masih saja berlarut-larut dalam depresi. Susah rasanya memikirkan seperti apa bahagia itu ketika aku masuk dalam episode depresi.

 

Lalu beberapa bulan yang lalu aku sempat mencoba membayangkan, kemungkinan-kemungkinan apa saja yang akan terjadi jika keinginan-keingin mengakhiri hidup ini nggak terbendung dan akhirnya aku melakukannya. Akhirnya aku membuat listnya:

 

  1. Teman-teman real lifeku akan membuat in memorial, mengenang kepergianku, mungkin dengan membuat story, atau mempostingku di feeds IG mereka.
  2. Teman-teman onlineku akan membuat twit tentangku.
  3. Lalu kepergianku akan menjadi ajang orang twitter untuk berkata “kurang ibadah” lalu beberapa orang lain akan membelaku/menjelaskan bahwa kesehatan mental nggak segampang itu.
  4. Mungkin Mbak Lona akan terpuruk beberapa bulan.
  5. Mungkin Ibuku akan terpuruk sebulan.
  6. Lalu Mbah Uti akan bersedih karena akulah yang pergi duluan

 

Namun, sebelum itu semua terjadi, jasadku harus ditemukan terlebih dahulu. Akhirnya aku membuka percakapan ini dengan Juni, sahabatku, beberapa hari yang lalu.

“Jun, kalau aku mati, butuh berapa bulan ya untuk jasadku ditemukan?”

Kami hanya tertawa, lalu kami membahas topik lain. Tapi nggak lama, Juni pun akhirnya penasaran juga dengan pertanyaanku itu.

“Iya ya Ca, butuh berapa lama jasadmu untuk ditemukan?”

Pertanyaanku ini sangat mendasar, karena di sini aku nggak punya siapa-siapa. Jarang pergi keluar kostan kalau nggak perlu. Aku tidak punya keluarga yang setiap hari berkabar. Selama aku disini, hanya dua kali aku telpon ibuku, pertama saat dia punya HP baru, yang kedua adalah ketika aku menanyakan resep makanan.

 

Tapi tulisanku ini bukan pertanda aku akan melakukannya ya. Aku hanya sedang penasaran akan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi jika hal itu benar terwujud. Lalu pertanyaan siapa yang akan mengevakuasi jasadku, siapa yang pertama kali mengendus bau busuk jasadku di kostan. Entahlah, pikiran kalau aku akan meninggal lalu merepotkan orang lain ini sangat membuatku bergidik. People pleaser banget nggak sih aku? Haha. Sampai mau mati pun masih memikirkan bahwa aku merpotkan orang lain.

 

Eh tapi, kalau jasadku ditemukan, berarti Mbak Lona harus pergi ke Cikarang untuk mengirim jasadku ke Jogja, lalu mengurus keperluanku. Terdengar melelahkan. Sepertinya tulisan ini dibuat agar setiap aku ingin melakukannya, aku bisa membaca tulisan ini dan mengurungkan niatku.

 

Tapi hidup ini tidak ada yang tahu. Semoga kita semua selalu sehat saja, baik fisik maupun mental.

 


 

No comments:

Post a Comment